27 Juni 2009 - 05:11
Mengenal Penyebab Diare Pada Anjing    
drh. Anita Bunawan
Diare termasuk salah
satu gangguan saluran pencernaan yang paling sering ditemui pemilik hewan.
Diare sendiri bukanlah merupakan penyakit melainkan suatu gejala yang
mengiringi adanya penyakit maupun gangguan pada tubuh. Normalnya, anjing dewasa
defekasi sekali sehari bila diberi makan satu sampai dua kali sehari. Perubahan
baik berupa peningkatan frekuensi defekasi, volume maupun konsistensi feses
mulai dari yang lembek hingga cair serta dapat disertai dengan ada tidaknya perubahan
warna feses merupakan gejala umum diare. Meskipun diare mudah dikenali, namun
untuk mengetahui penyebab dan penanganannya cukup kompleks karena banyak faktor
yang mempengaruhi eksistensi fungsi saluran pencernaan tersebut.
Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan diare pada anjing diantaranya :
1. Diet
Diare yang
disebabkan faktor diet ini dapat berupa penggantian makanan secara mendadak, overeating
(porsi pemberian makanan terlalu banyak), intoleransi makanan, adanya benda
asing yang tidak dapat tercerna misalnya rumput maupun sumber makanan yang
tidak bersih misalnya dari sampah.
Penggantian makanan
secara mendadak dapat menyebabkan gangguan keseimbangan flora normal dalam
saluran intestinal sehingga sebaiknya penggantian makanan perlu dilakukan
secara bertahap dengan mencampur bagian makanan lama dengan makanan yang baru cukup
dalam jangka waktu 1 minggu agar flora normal intestin dapat beradaptasi.
Anjing juga
dapat mengalami intoleransi terhadap suatu zat maupun unsur kandungan tertentu
dari makanan yang juga dipengaruhi oleh perbedaan sensitivitas individual. Salah
satunya yang sering terjadi terutama pada anak anjing adalah lactose intolerance
dimana laktosa susu tidak dapat dicerna karena kekurangan enzyme lactase. Akibatnya
terjadi penumpukan laktosa di usus dan memicu fermentasi mikroba berlebih yang
berdampak pada diare osmotik. Penanganan yang dapat dilakukan adalah memberikan
susu dengan kandungan laktosa yang rendah. Selain itu anjing juga dapat
mengalami intoleransi terhadap makanan yang spicy (banyak bumbu) dan berminyak
yang biasanya terdapat pada jenis makanan rumahan.
Anjing yang
memakan makanan yang kurang bersih seperti dari sampah selain dapat
mengakibatkan diare juga kadang disertai gejala muntah. Hal ini dikarenakan
kemungkinan bakteri pembusuk maupun toksin dalam makanan sampah yang dapat
mengiritasi mukosa saluran cerna.
Kebiasaan anjing
menggigit benda-benda bertekstur keras maupun berserat yang bukan termasuk
makanan lebih dikarenakan oleh behaviour mereka yang memang "menyukai" hal
tersebut. Bahkan anjing yang mengalami gangguan di perut dan merasa tidak
nyaman umumnya terdorong untuk memakan sesuatu yang berserat seperti rumput
yang tak lain merupakan salah satu cara mengalokasikan stress yang terjadi oleh
rasa tidak nyaman tersebut. Namun rumput bersifat mengiritasi dan tidak dapat
tercerna, sehingga dampaknya anjing dapat muntah dan lebih lanjut efeknya yang
mengiritasi saluran cerna dapat menimbulkan diare.
2. Parasit intestinal
Parasit
intestinal pada anjing diantaranya cacing whipworms (cacing pipih), hookworms
(cacing tambang), roundworms (cacing gilig). Diare yang terjadi disebabkan oleh
obstruksi dan perlukaan mekanis oleh infestasi cacing pada mukosa epitel usus
dan kadang disertai dengan darah. Pada infestasi yang parah dalam jangka
panjang cacing juga dapat menimbulkan anemia, penurunan bobot badan, bulu
kusam, daya tahan tubuh menurun, bahkan perforasi (lubang) dinding usus. Untuk
itu sebaiknya anjing diberikan obat cacing secara berkala setiap 3 bulan sekali
untuk pencegahan.
3. Infeksi bakteri dan protozoa
Protozoa
menimbulkan kerusakan sel-sel epitel usus karena berproliferasi secara
intraseluler dan diantaranya yang sering menyerang terutama pada anak anjing
adalah giardia dan coccidia. Sedangkan penyebab diare oleh bakteri diantaranya
E. coli, salmonella dan campylobacter. Keistimewaan bakteri selain menyebabkan
kerusakan sel epitel usus sehingga terjadi malabsorpsi, juga dapat menyebabkan
septikemia (peredaran bakteri patogen dalam pembuluh darah) serta dapat menghasilkan
enterotoksin sebagai hasil buangan metabolismenya. Pada umumnya penularan
bakteri maupun protozoa dapat terjadi melalui makanan yang tercemar disamping
itu juga bersifat zoonosis (dapat menular pada manusia).
4. Infeksi virus
Yang paling
sering ditemui dan biasanya bersifat fatal pada anak anjing yang belum
divaksinasi adalah parvovirus dan coronavirus. Infeksi oleh virus ini menyebabkan
diare berdarah akut disertai muntah dan dehidrasi parah. Berbeda dengan infeksi
lain, virus bersifat contagious (sangat menular) dengan tingkat morbiditas
(virulensi) dan mortalitas (kematian) tinggi terutama pada anak anjing.
Pencegahan hanyalah dengan vaksinasi yang dapat dimulai saat anak anjing
memasuki usia 6-8 minggu.
5. Obat maupun toksin
Obat tertentu
dapat menimbulkan efek samping diare, diantaranya NSAID (non steroidal
anti-inflammatory agent) seperti aspirin, anthelmentik (obat cacing), obat
antikanker serta beberapa jenis antibiotik tergantung sensitivitas individual. Untuk
toksin umumnya tidak hanya menimbulkan diare tapi juga muntah, bahkan untuk toksin
golongan organophospate (insektisida) dapat disertai dengan gejala syaraf
(kejang).
6. Pancreatitis
Pankreas yang
mengalami peradangan dapat menyebabkan gangguan produksi enzim pencernaan,
sehingga ingesta dalam usus tidak dapat tercerna dengan baik. Kondisi ini
mempengaruhi tidak hanya motilitas normal pergerakan ingesta tetapi juga
perkembangan mikroflora pencernaan. Akibatnya dapat terjadi overgrowth
(pertumbuhan mikroflora berlebih) yang memicu diare. Gejala yang ditimbulkan
diantaranya rasa sakit daerah abdomen, steatorrhea (feses berlemak), bobot
badan menurun serta umumnya diare yang terjadi bersifat kronis dan tidak
disertai dengan darah maupun mucus (lendir).
7. Obstruksi saluran cerna
Obstruksi saluran cerna dapat disebabkan oleh adanya benda asing
maupun penyempitan saluran cerna itu sendiri yang diakibatkan oleh berbagai
faktor seperti torsio (perputaran) saluran cerna, intussuceptio (melipatnya
bagian usus ke dalam bagian usus lain), abcess, tumor intestinal, maupun
perlekatan saluran misalnya oleh karena trauma. Gejala yang ditimbulkan selain
diare juga dapat disertai muntah, anoreksia (nafsu makan menurun), depresi
serta sakit daerah abdomen.
Untuk tumor intestinal biasanya sering terjadi di daerah rectum dan terminal
colon serta umumnya dijumpai pada anjing tua. Tumor itu sendiri memiliki
bermacam tipe, namun yang paling ganas diantaranya adenocarcinoma dan
lymphosarcoma. Gejala yang ditimbulkan seiring dengan perkembangan tumor, yaitu
diare kronis, bobot badan menurun, nafsu makan rendah, muntah dan feses
berwarna hitam (akibat darah yang bercampur dengan hcl lambung di saluran cerna).
8. Inflammatory bowel disease (IBD)
Terjadinya IBD atau yang lebih dikenal dengan peradangan di saluran
cerna diduga oleh adanya peranan berbagai faktor seperti nutrisi, bakteri, genetik
dan sistem imun yang menyebabkan reaksi hypersensitif sehingga terjadi gangguan
permeabilitas dan lesion (luka) jaringan mukosa dan akhirnya berdampak pada terjadinya
diare kronis.
Selain faktor
penyebab, anda juga perlu mengenali durasi diare pada anjing yang dapat
dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu diare yang bersifat akut dan kronis. Diare
akut umumnya terjadi tiba-tiba dan berlangsung dalam durasi yang pendek hingga
1-2 minggu. Sedangkan bila diare terjadi secara persisten (lebih dari 3 minggu)
atau memiliki sejarah berulang maka dapat dikategorikan sebagai diare kronis.
Saat anjing anda
mengalami diare akut ringan namun kondisinya tetap lincah dengan nafsu makan
yang baik dan tanpa disertai gejala klinis lain maka kemungkinan diare yang
terjadi lebih disebabkan oleh faktor diet. Meskipun demikian baik diare yang
bersifat akut maupun kronis tetap memerlukan perhatian khusus bila disertai dengan
adanya gejala lain seperti nafsu makan berkurang, muntah, demam, lemas, mukosa
pucat, diare disertai adanya darah maupun lendir, rasa sakit pada bagian
abdomen dan lain sebagainya. Pada kondisi ini sebaiknya anda segera
memeriksakan hewan anda ke klinik hewan maupun dokter hewan setempat untuk
mendapatkan penanganan segera dan pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya
penyakit yang serius.
|